BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neuroblastoma merupakan tumor
lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan prekusor
dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di
tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis. Meninfestasi klinis
neuroblastoma berkaitan dengan lokasi timbulnya tumor dan metastasisnya.
Kebanyakan pasien saat datang sudah stadium lanjut. Penyakit ini memiliki
kekhasan dapat remisi spontan dan transformasi ke tumor jinak, terutama pada
anak dalam usia 1 tahun. Terapi meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi dan
terapi biologis. Survival 5 tahun untuk stadium I dan II pasca terapi kombinasi
adalah 90% lebih, stadium III kira-kira 40%-50%, stadium IV berprognosis
buruk yaitu hanya 15%-20%.
Neuroblastoma adalah tumor padat
ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari seluruh kanker
masa kanak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2
tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5 tahun. Insiden tahunan 8,7 perjuta anak, atau
500-600 kasus baru tiap tahun di Amerika Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi
pada laki-laki dan pada kulit putih. Ada kasus-kasus keluarga dan neuroblastoma
telah didiagnosis pada penderita dengan neurofibrogematosis, nesidioblastosis
dan penyakit Hischrung.
Angka ketahanan hidup bayi dengan
penyakit neuroblastoma yang berstadium rendah melebihi 90% dan bayi
dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50%
atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya mempunyai
prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur penderita dan
makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan terapi
konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk
anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20%.
Mengingat penyakit neuroblastoma
adalah penyakit yang perlu diwaspadai dan dapat dicegah kemunculannya, maka
sebagai calon perawat sangat penting untuk mengetahui tentang apakah
neuroblastoma dan bagaimana kita melakukan asuhan keperawatan yang baik dan
benar pada anak dengan neuroblastoma.
Oleh karena itu, kami menyusun
makalah neuroblastoma ini sebagai bahan acuan pembelajaran bidang neurologi
pada anak. Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat membantu proses belajar
mahasiswa dan akhirnya mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan
bauk dan benar pada anak dengan gangguan neuroblastoma.
1.2 Tujuan
- Menjelaskan definisi neuroblastoma
- Menjelaskan etiologi neuroblastoma
- Menjelaskan patofisiologi neuroblastoma
- Menjelaskan manifestasi klinis neuroblastoma
- Menjelaskan stadium dari neuroblastoma
- Menjelaskan pemeriksaan diagnostik neuroblastoma
- Menjelaskan penatalaksanaan neuroblastoma
- Menjelaskan komplikasi neuroblastoma
- Menjelaskan prognosis neuroblastoma
- Menjelaskan WOC neuroblastoma
1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan calon
perawat tentang neuroblastoma untuk memudahkan mereka ketika praktik di rumah
sakit.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuroblastoma adalah tumor embrional
dari system saraf otonom yang mana sel tidak berkembang sempurna. Neuroblastoma
umumnya terjadi bayi usia rata-rata 17 bulan. Tumor ini berkembang dalam
jaringan sistem saraf simpatik, biasanya dalam medula adrenal atau ganglia
paraspinal, sehingga menyebabkan adanya sebagai lesi massa di leher, dada,
perut, atau panggul. Insiden neuroblastoma adalah 10,2 kasus per juta anak di
bawah 15 tahun. Yang paling umum kanker didiagnosis ketika tahun pertama
kehidupan (Jhon, 2010).
Neuroblastoma merupakan tumor
lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan prekusor
dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di
tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis. Tempat tumor primer yang umum
adalah abdomen, kelenjar adrenal atau ganglia paraspinal toraks, leher dan
pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati dan seringkali bergeseran dengan
jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda, 2002)
Neuroblastoma adalah tumor padat
ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari seluruh kanker
masa knak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2 tahun,
90% terdiagnosis sebelum 5 tahun.Neuroblastoma berasal dari sel krista neuralis
sistem saraf simpatis dan karena itu dapat timbul di manapun dari fossa
kranialis posterior sampai koksik. Sekitar 70% tumor tersebut timbul di
abdomen, 50% dari jumlah itu di kelenjar adrenal. Dua pulu persen lainnta
timbul di toraks, biasanya di mediastinum posterior. Tumor itu paling sering
meluas ke jaringan sekitar dengan invasi lokal dan ke kelenjar limfe regional
melalui nodus limfe. Penyebaran hematogen ke sumsum tulang, kerangka, dan hati
sering terjadi. Dengan teknik imunologik sel tumor dapat dideteksi dalam darah
tepi pada lebih dari 50% anak pada waktu diagnosis atau relaps. Penyebaran ke
otak dan paru pada kasus jarang (Nelson, 2000).
Neuroblastoma adalah tumor ganas
yang berasal dari sel Krista neurak embronik, dapat timbul disetiap lokasi
system saraf simpatis, merupakan tumor padat ganas paling sering dijumpai pada
anak. Insiden menempati 8% dari tumor ganas anak, atau di posisi ke-4. Umumnya
ditemukan pada anak balita, puncak insiden pada usia 2 tahun. Lokasi
predeileksi di kelenjar adrenal retroperitoneal, mediastrinum, pelvis dan
daerah kepala-leher. Tingkat keganasan neuroblastoma tinggi, sering metastasis
ke sumsum tulang, tulang, hati, kelenjar limfe, dll (Willie, 2008).
Tumor ini biasanya tidak memungkiri
asalnya, dengan mengeluarkan hormon katekolamin. Tekanan darah tinggi yang
merupakan akibat tumor ini jarang menimbulkan keluhan, tetapi dapat berfungsi
sebagai zat penanda tumor: di dalam air kemih dapat dilihat hormon yang
dikeluarkan, sehingga diagnosis tumor menjadi jelas. Dengan dapat dipastikan,
apakah tumornya neuroblastoma atau nefroblastoma (Wim De Jong,
2005)
2.2 Etiologi
Kebanyakan etiologi dari
neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan yang menyebutkan bahwa
timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-anak) berkaitan dengan orang tua
atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti
hidantoin, etanol, dll. (Willie , 2008).
Kelainan sitogenik yang terjadi pada
neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus, meliputi penghapusan (delesi) parsial
lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17, dan ampifilatik genomik dari
oncogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk (Nelson, 2000).
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Cecily & Linda (2002),
gejala dari neuroblastoma yaitu:
Gejala yang berhubungan dengan massa
retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal.
- Massa abdomen tidak teratur,tidak nyeri tekan, keras,
yang melintasi garis tengah.
- Perubahan fungsi usus dan kandung kemih
- Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah
- Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah
- Defisit sensoris
- Hilangnya kendali sfingter
Gejala-gejala yang berhubunngan
dengan masa leher atau toraks.
- Limfadenopati servikal dan suprakavikular
- Kongesti dan edema pada wajah
- Disfungsi pernafasan
- Sakit kepala
- Proptosis orbital ekimotik
- Miosis
- Ptosis
- Eksoftalmos
- Anhidrosis
Menurut Willie (2008) manifestasi
klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari lokasi metastasenya:
- Neuroblastoma retroperitoneal
Massa menekan organ dalam abdomen
dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan menemukan masa abdominal yang
konsistensinya keras dan nodular, tidak bergerak, massa tidak nyeri dan sering
melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut sering disertai asites, pelebaran
vena dinding abdomen, edema dinding abdomen.
- Neurobalstoma mediastinal
Kebanyakan di paravertebral
mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum superior daripada
inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar dapat menekan dan
timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan
terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.
- Neuroblastoma leher
Mudah ditemukan, namun mudah
disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau limfoma maligna. Sering karena
menekan ganglion servikotorakal hingga timbul syndrome paralisis saraf simpatis
leher(Syndrom horner), timbiul miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi
iris pada mata.
- Neuroblastoma pelvis
Terletak di posterior kolon
presakral, relative dini menekan organ sekitarnya sehingga menimbulkan gejala
sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.
- Neuroblastoma berbentuk barbell
yaitu neuroblastoma paravertebral
melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam canalis vertebral di
ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak, kelainan
sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan
paralisis.
2.4 Stadium
Beberapa system penentuan stadium
staging, system kelompok evans dan kelompok Onkologi Pediatrik (Pediatrik
Oncology Group POG ). System klasifikasi stadium neuroblastoma terutama memakai
system klasifikasi stadium klinis neuroblastoma internasional (INSS).
Klasifikasi stadium INSS :
- Stadium I
Tumor terbatas pada organ primer,
secara makroskopik reseksi utuh, dengan atau tanpa residif mikroskopik.
Kelenjar limfe regional ipsilateral negative.
- Stadium IIA
Operasi tumor terbatas tak dapat
mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral negative.
- Stadium IIB
Operasi tumor terbatas dapat ataupun
tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral positif.
- Stadium III
Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi
melewati garis tengah, dengan atau tanpa kelenjar limfe regional ipsi atau
tanpa kelenjar limfe regional ipsilateral positif.
- Stadium IV :
Tumor primer menyebar hingga
kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum tulang, hati, kulit atau organ lainnya.
- Stadium IVS
Usia <1 tahun, tumor metastasis
ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi tanpa metastasis tulang(Willie, 2008).
System Pediatric Oncologic group
(POG) membagi stadium neuroblastoma menjadi :
- Stadium A
Tumor yang direseksi sacara kasar.
- Stadium B
Tumor local tidak direseksi.
- Stadium C
Metastasis ke kelenjar limfe
intraktivita yang tidak berdekatan
- Stadium D
Metastasis di luar kelenjar limfe
- Stadium Ds
Bayi dengan adrenal kecil terutama
dengan penyakit metastasis terbatas pada kulit, hati dan sumsum tulang
- Stadium D Neonatus
Telah diketahui dengan mengalami
remisi spontan. Keterlibatan sumsum tulang pada stadium ini merupakan factor
prognosis yang buruk (Nelson, 2000).
2.5 Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada
neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita (2006), antara lain :
a)
Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis menggeser
ginjal, tetapi biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada urogram intravena
atau pemeriksaan ultrasonografi.
b)
Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi diagnosis pada
90% kasus dan juga merupakan indicator rekuensi yang sensitive. Kadang-kadang
timbul metastasis tulang (Thomas, 1994)
c)
CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan
abdomen.
d)
Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.
e)
Analisa urine untuk mengetahui adanya Vanillymandelic acid (VMA) homovillic
acid (HVA), dopamine, norepinephrine.
f)
Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.
g)
Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).
2.6 Penatalaksanaan
Menurut Cecily (2002), International
Staging System untuk neuroblastoma menetapkan definisi standar untuk diagnosis,
pertahapan, dan pengobatan serta mengelompokkkan pasien berdasarkan
temuan-temuan radiografik dan bedah, ditambah keadaan sumsum tulang.
Tumor yang terlokalisasi dibagi
menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor primer dan status limfonodus
regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi menjadi tahap IV dan
IV (S untuk spesial ), tergantung dari adanya keterlibatan tulang kortikal yang
jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan gambaran tumor primer.
Anak dengan prognosis baik umumnya
tidak memerlukan pengobatan, pengobatan minimal, atau banyak reseksi. Reseksi
dengan tumor tahap I. Untuk tahap II pembedahan saja mungkin sudah cukup,
tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan
radioterpi lokal. Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi spontan yang
tinggi, dan penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis
rendah dan observasi ketat.
Neuroblastoma tahap II dan IV
memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan,
transplantasi sumsum tulang autokolog atau alogenik, penyelamatan sumsum
tulang, metaiodobenzilquainid (MIBG), dan imunoterapi dengan antibody monklonal
yang spesifik terhadap neuroblastoma.
Pengobatan terdiri atas penggunaan
kemoterapi multiagens secara simultan atau bergantian.
- Siklofosfamid – menghambat replikasi DNA.
- Doksorubisin – mengganggu sintesis asam nukleat dan
memblokir transkripsi DNA.
- VP-16 – menghentikan metaphase dan menghambat sintesis
protein dan asam nukleat.
Jenis terapi :
a)
Neuroblastoma berisiko rendah
Perawatan untuk pasien neuroblastoma
beresiko rendah meliputi:
a)
Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang
diawasi dengan ketat).
b) Watchful
waiting sendirian untuk bayi-bayi tertentu.
c)
Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang
dikeluarkan atau jika gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan
operasi.
d) Terapi
radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan serius
dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.
e)
Kemoterapi dosis rendah.
b)
Neuroblastoma beresiko sedang
Perawatan untuk pasien neuroblastoma
berisiko sedang mungkin meliputi :
a)
Kemoterapi.
b)
Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi.
c)
Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan
yang serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.
c)
Neuroblastoma beresiko tinggi
a)
Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan sebanyak
mungkin tumor.
b)
Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagian-bagian lain
tubuh dengan kanker.
c)
Transplantasi sel induk (Stem cell transplant).
d)
Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.
e)
Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi.
f)
Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum stem
cell transplant.
g)
Percobaan klinik dari stem cell transplant yang diikuti oleh 13-cis retinoic
acid.
2.7 Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu
adanya metastase tumor yang relatif dini ke berbagai organ secara limfogen
melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-sum tulang, tulang, hati,
otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang cranial atau
tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas,
artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang menyebabkan anemia,
hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008)
2.8 Prognosis
Kelangsungan hidup 5 tahun 60%.
Kadang-kadang dilaporkan pemulihan spontan(Thomas, 1994).
Identifikasi factor prognosis
spesifik adalah penting untuk perencanaan terapi. Prediktor paling menonjol
bagi keberhasilan adalah umur dan stadium penyakit. Anak yang berusia kurang
dari satu tahun agak lebih baik daripada anak berumur lebih tua dengan stadium
penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit berstadium
rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka
ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium
stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung
umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk
prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau CST yang agresif, angka
ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut
jarang melebihi 20% (Nelson, 2000)
Factor yang
terpenting dalam prognosis neuroblastoma adalah ada tidaknya ampilifikasi
oncogen N-myc.
- ampilifikasi oncogen N-myc di
atas 10 kopi menunjukkan prognosis buruk dan terapi perlu diperkuat.
- Pasien stadium III tanpa ampilifikasi oncogen N-myc digunakan
terapi kombinasi agresif dan survival dapat mencapai 50%
- Pasien stadium I/II dan IVS tanpa ampilifikasi
oncogen N-myc dapat memiliki survival mencapai 90% lebih
(Willie, 2008)
2.9 WOC
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Study Kasus
Anak I umur 2 tahun di bawa ke RS
pada tanggal 9 April 2010 oleh Ny. F karena badannya demam. Dua bulan yang
lalu, timbul benjolan pada leher seperti uci-uci kemudian membesar dan menyebar
ke bagian belakang kepala. An. I tampak pucat dan berat badannya turun dari 13
kg menjadi 11 kg.
1.
Anamnesa
a.
Biodata
Data bayi
Nama
: An.
NK
Umur
: 2 th
Jenis
kelamin : perempuan
Tanggal Lahir
: 27 Februari 2008
Tanggal
MRS : 9 April 2010
Dx
medis :
Neuroblastoma
Alamat
: Graha Indah Blok Q1 RT 48 No 9 Balikpapan
Utara
b. Keluhan
Utama
An. I demam
c. Riwayat
penyakit sekarang
Terdapat benjolan di kepala bagian
belakang An.I, dua bulan yang lalu terdapat uci-uci di lehernya. An. I pucat
dan berat badannya turun 2 Kg.
d. Riwayat
penyakit masa lalu
-
e. Riwayat
penyakit keluarga
Nenek menderita ca cerviks stadium
akhir, Ibu sel BRCA (+)
f. Riwayat
alergi
Tidak ada
1. Pemeriksaan
Fisik
B1 :
RR 40x/menit (normal), tak ada penggunaan otot bantu napas,
B2 :
Hipertermi suhu badannya 390C, conjungtiva anemis, CRT >
3
Detik, pucat, BP: 80/60 (bradicardy), nadi 200x/menit
B3 :
tuli sensorineural dengan tes Rhyne (+) tes Weber lateralisasi pada sisi yang
sehat
B4 :
normal, terpasang kateter, produksi urine normal 0,5 cc kgBB/jam, warna urin
normal
B5 :
BB menurun, pemeriksaan serum albumin 2,0 dL , pemeriksaan Hb 8,5 g/dl (anemi),
anak tampak lemas dan porsi makan menurun, tidak mengalami gangguan buang air
besar
B6 :
nyeri di punggung, sulit tidur akibat massa di kepala
Tanda-tanda Vital
T: 39
C P:
200x/menit
R:
40x/menit
BP:80/60
2.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan diagnostic
PA
: Neuroblastoma dengan metastase ke sum-sum tulang belakang
CT Scan : Menunjukkan
tumor telah metastase ke sum-sum tulang belakang
b. Pemeriksaan
laboratorium
Hb
: 8,5
g/dl
PH : 7,34
Leukosit
: 3100 x 10
u/l
PCO2 : 39
Trombosit
:
100.000
PO2 : 75%
Eritrosit
: 2,8 juta/uL (mm3) HCO3 : 27
Albumin
: 2,0 /dL
3. Terapi
Paracetamol 100 mg
Injeksi novalgin 100 mg
Injeksi ampicilin subaktan 4 x 225
mg
Transfuse PRC (Pocket Red Cell) 2 x
100 cc
3.2 Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1
|
Ds: Ibu mengatakan An. I demam
Do:
Suhu An. I 390C
Leukosit: 3100x 10 u/L
Nadi: 200x/menit
CT scan: metastase ke sum-sum
tulang
|
massa di occipital lobe
↓
Metastase ke sum-sum tulang
↓
Gangguan proses hemopoitik
↓
Leukosit ↓
↓
Infeksi
↓
hiperthermi
|
Hipertermi
|
2
|
Ds: An. I tampak pucat
Do:
Hb: 8,5 g/dl
Eritrosit: 2,8 juta/mm3
PO2: 75%
|
Tumor di oksipital
↓
Metastase ke sum-sum tulang
belakang
↓
Gangguan pembentukan sel-sel darah
↓
Anemia
|
Pk anemia
|
3
|
Ds: An. I tampak kurus
Do:
Berat badan turun dari 13 kg
menjadi 11 kg
Albumin: 2,0 d/L
Hb: 8,5 g/dl
Eritrosit : 2,8 Juta/mm3
PO2: 75%
|
Tumor di oksipital
↓
Metastase ke sum-sum tulang
↓
Proses hemopoitik terganggu
↓
Anemi
↓
Kelemahan dan malaise
↓
Anorexia
↓
Nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
|
4
|
Ds: Ibu mengatakan An I sering
tidak mendengar jelas apa yang disampaikannya
Do: An. I terbiasa berbicara
dengan suara keras
|
Tumor di oksipital
↓
Menekan pusat pendengaran
↓
Gangguan persepsi sensori
(auditori)
|
Gangguan persepsi sensori
(auditori)
|
3.3 Diagnosa
- Hipertermi berhubungan dengan leukositopenia karena
metastase ke sum-sum tulang
- Pk Anemia berhubungan dengan metastase ke sum-sum
tulang
- Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
- Gangguan persepsi sensori (auditori) berhubungan dengan
penekanan pusat pendengaran
3.4 Intervensi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Hipertermi Berhubungan dengan leukositopenia
karena metastase ke sum-sum tulang
|
Tujuan: pasien akan menunjukkan
termoregulasi
KH: Suhu tubuh kembali normal
d. RR : 40 kali per menit
|
Kompres dengan air biasa
Anjurkan pasien untuk minum
sedikit-sedikit tapi sering
|
|
2.
|
Pk Anemia berhubungan dengan
metastase ke sum-sum tulang
|
Tujuan: anemia berkujrang darfi
keadaan sebelumnya
KH:
|
Identifikasi faktor
lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh
Berikan informasi yang berhubungan
dengan strategi untuk mencegah cedera
|
|
3.
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia
|
Tujuan: Pasien menunjukkan nutrisi
yang adekuat
KH:
B: Albumin: 3,5-5,5/dL
Hb: 11-16 g/dL
C: malaise berkurang
D: porsi makan habis
|
Mandiri
Kolaborasi
HE
|
1. pemberian makanan yang disukai
diharapkan akan meningkatkan nafsu makan pasien
2. Menghindari kebosanan
3. Untuk mengetahui perubahan BB
dan menjadi data evaluasi dalam pengobatan maupun perawatan lebih lanjut
4. Mengetahui kadar albumin dalam
darah sebagai evaluasi apakah program intervensi yang dilaksanakan sudah
tepat
5. Mengetahui kebutuhan nutrisi
pasien dengan tepat dan benar
6. Dengan memberikan anjuran yang
baik diharap pasien mampu bekerjasama dalam proses penyembuhannya
|
4.
|
Gangguan persepsi sensori (auditori)
berubungan dengan penekanan pusat pendengaran
|
Tujuan:
KH:
Pasien akan berinteraksi secara
sesuai dengan orang lain dan lingkungan
|
Mandiri:
pemasangan alat bantu pendengaran
HE:
|
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Neuroblastoma merupakan tumor
lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan prekusor
dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di
tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis.cvfev Tempat tumor primer yang umum
adalah abdomen, kelenjar adrenal atau ganglia paraspinal toraks, leher dan
pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati dan seringkali bergeseran dengan
jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda, 2002). Kebanyakan
etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Adapun manifestasi klinis
dari neuroblastoma yaitu tergantung lokasinya, di retroperitoneal, mediastinal
leher, pelvis, dan lain-lain. Sedangkan penatalaksanaannya tergantung stadium
dari neuroblastoma itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Cecily, dkk. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
De Jong,Wim. 2005. Kanker,
Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga. Jakarta:
ARCAN.
Japaries, Willie. 2008. Buku
Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.
Maris, Jhon. 2010. Recent Advances
in Neuroblastoma. Disitasi dari http://www.nejm.org/ pada 5
November 2010.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 15 Jilid 3. Jakarta: EGC.
Suriadi & Yulianni,Rita. 2006. Asuhan
Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG SETO.
Thomas,R. 1994. Atlas bantu
Pedriatri. Jakarta: Hipokrates.
Wilkinson,Judith M. 2007. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar